Minggu, 10 November 2013

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA

BAB I
Pendahuluan

1.1.   Latar Belakang
Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan, yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey berikut.
·         Tahun 2002
AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000.
·         Tahun 2007
AKI 248/100.000, AKB 26,9
Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di ASEAN. Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio Plasenta, Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah perdarahan, salah satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30 menit setelah bayi dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta.
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus harus dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.
1.2.   Batasan Masalah
            Makalah yang saya buat ini dibatasi pada hal-hal yang mengenai solusio plasenta. Tentang definisi Retensio plasenta, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik Retensio plasenta, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, , diagnosis, asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus solusio plasenta.
1.3.   Rumusan Masalah
a.       Apa definisi dari retensio plasenta ?
b.      Apa etiologi retensio plasenta?
c.       Bagaimana patofisiologi dari retensio plasenta ?
d.      Bagaimana gambaran klinik pada pasien dengan retensio plasenta ?
e.       Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan retensio plasenta ?
f.       Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan retensio plasenta ?
g.      Apa diagnosis yang akan muncul pada retensio plasenta ?
h.      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio plasenta ?
1.4.   Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta.
b.      Untuk mengetahui etiologi dari retensio plasenta
c.       Untuk mengetahui patofisiologi dan retensio plasenta.
d.      Untuk mengetahui gambaran klinik dari retensio plasenta.
e.       Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari retensio plasenta.
f.       Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta.
g.      Untuk mengetahui diagnosis dari retensio plasenta.
h.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta.
1.5.   Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa tentang retensio plasenta sampai asuhan keperawatan pasien dengan retensio plasenta sehingga memungkinkan mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio plasenta.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Denifisi
Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.  (Taufan Nugroho, 2011:158).
Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007)
2.2  Etiologi
Pada sebagian besar kasus plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah waktu ini tidak selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering adalah gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Plasenta yang sudah lepas tetapi belum dilahirkan juga merupakan salah satu penyebab dari retensio plasenta. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang  banyak  dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena penanganan kala III yang keliru/salah dan terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Berikut ini merupakan klasifikasi Retensio Plasenta menurut tingkat perlekatanya :
1)      Plasenta Akreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus/ jonjot korion plasenta melekat ke miometrium.
2)      Plasenta inkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus plasenta benar-benar menginvasi miometrium.
3)      Plasenta perkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus plasenta menembus miometrium.
4)      Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga mengakibatkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
5)      Plasenta Inkarserata adalah tertahannya pllasenta di dalam kavum uteri, disebabkan kontriksi ostitum uteri



Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
Separasi/ akreta parsial
Plasenta Inkaserata
Plasenta Akreta
Konsistensi Uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi Fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk Uterus
Diskoid
Agak Globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-Banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali Pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali

2.3  Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
2.4  Penatalaksanaan
a)      Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1)      Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
2)      Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3)      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.
4)      Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)
5)      Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.

b)      Plasenta inkaserata
1)      Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2)      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3)      Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan  drips oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4)      Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk
c)      Plasenta akreta
1)      Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang dalam.
2)      Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.
d)     Sisa plasenta
1)      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
2)      Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.
3)      Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
4)      Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
2.5  Gejala Klinis
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.


2.6  Pemeriksaan Penunjang
1.      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2.      Menentukanadanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
2.7.   Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA
3.1  Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut:
a.       Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)
b.      Keluhan Utama
Klien mengatakan panas
c.       Sirkulasi :
1)      Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
2)      Pelambatan pengisian kapiler
3)      Pucat, kulit dingin/lembab
4)      Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
5)      Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
6)      Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
d.      Eliminasi:
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.
e.       Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
f.       Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) Dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubahvagina, atau robekan pada serviks.
g.      Seksualitas :
1)      Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placentayang tertahan)
2)      Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).

3.2  Diagnosa Keperawatan
a.       Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b.      Perubahan perfusi  jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
c.       Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
d.      Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
e.       Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.

3.3  Intervensi
a.       Diagnosa 1      : Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan             : Agar tidak terjadi deficit volume cairan, seimbang antara inteks dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi        :
a)      Kaji kondisi status hemodinamika,
R/ Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
b)      Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian
R/ Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
c)      Observasi nadi dan tekanan darah
R/ Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
d)     Berikan diet makanan berstektur halus
R/ mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan sehingga tidak membutuhkan energi banyak untuk metabolisme.
e)      nilai hasil lab HB/HT
R/ Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5mgHb.

f)       Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
R/ untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.

b.      Diagnosa 2      : Perubahan perfusi  jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
Tujuan             : Agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan
Intervensi        :
a)      kaji tanda vital, warna kulit dan ujung jari.
R/ memastikan bahwa tidak adanya perfusi jaringan
b)      Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.
R/ Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh dalam vascular, apabila suhu tubuh rendah maka akan membuat vascular kontriksi sehingga dapat menghambat distribusi nutrient dan oksigen
c)      Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah.
R/ Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak system imun
d)     Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi.
R/ penggantian sel darah merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
c.       Diagnosa 3      : Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
Tujuan             : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan selama dirumah sakit di harapkan tidak terjadi peningkatan suhu
Intervensi :
a)      Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab panas
R/ Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab panas
b)      Anjurkan kompres air hangat
R/ Air hangat bias mendilatasi pori – pori
c)      Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis
R/ Pakaian yang tipis bias meningkatkan evaporasi
d)     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
R/ Antibiotic akan membunuh bakteri dan kuman
d.      Diagnosa 4      : Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
Tujuan             : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi        :
a)      kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
b)      kaji pengaruh aktifitas terhadap kondisi uterus
c)      bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari
d)     bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai kondisi klien
e)      evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas

e.       Diagnosa 5      : Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
Tujuan             : klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan
Intervensi        :
a)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada pasien melalui keluarga
b)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut pasien terhadap perawat dan lingkungan RS
c)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri pasien akan keberanian dan kemampuannya
d)     Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien

BAB IV
Penutup

4.1.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta yaitu :
1)      Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam dan.
2)      Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan plasenta di rahim)
Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan bahkan bisa berakibat syok.
4.2.   Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena perdarahan akibat dari retensio plasenta.

           Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari referensi lain tentang retensio plasenta pada kehamilan dan juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar