BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perdarahan
yang terjadi segera setelah melahirkan dapat disebabkan oleh banyak penyebab.
Sekitar separuh dari kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh kausa
pascapartum dini ini. Jika dijumpai perdarahan yang berlebihan, etiologi
spesifiknya perlu dicari. Atonia uterus, retensi plasenta termasuk plasenta
akreta dan variannya, serta laserasi saluran genital merupakan penyebab
tersering perdarahan dini.
Perdarahan
intrapartum atau pascapartum dini yang parah kadang-kadang diikuti oleh
kegagalan hipofisis (sindrom sheehan) yang ditandai oleh kegagalan laktasi,
amenore, atrofi payudara, rontoknya rambut pubis dan aksila, hipotiroidisme,
dan insufisiensi korteks adrenal. Insidensi sindrom sheehan semula diperkirakan
adalah 1 per 10.000 persalinan. Di Amerika Serikat, sindrom ini tampaknya sudah
semakin jarang dijumpai.
Perdarahan
obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara memadai
setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh
sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan
postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah,
rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan
pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus lainnya. Atonia
uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat
anestetik berhalogen dalamm konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi
uterus (Gilstrap dkk, 1987).
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan perdarahan pasca persalinan?
2. Bagaimana
fisiologi dari atonia uteri?
3. Bagaimana
patofisiologi dari atonia uteri?
4. Apa
saja etiologi dari atonia uteri?
5. Bagaimana
faktor predisposisi dari atonia uteri?
6. Bagaimana
tanda dan gejala dari atonia uteri?
7. Bagaimana
manifestasi klinis dari atonia uteri?
8. Bagaimana
penatalaksanaan dari atonia uteri?
9. Bagaimana
pencegahan dari atonia uteri?
10. Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan atonia uteri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
pengertian perdarahan pasca persalinan.
2. Mengetahui
fisiologi dari atonia uteri.
3. Mengetahui
patofisiologi dari atonia uteri
4. Mengetahui
etiologi dari atonia uteri.
5. Mengetahui
faktor predisposisi dari atonia uteri.
6. Mengetahui
tanda dan gejala dari atonia uteri.
7. Mengetahui
manifestasi dari atonia uteri.
8. Mengetahui
penatalaksanaan dari atonia uteri
9. Mengetahui
pencegahan dari atonia uteri.
10. Mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dengan atonia uteri.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Perdarahan
Pasca Persalinan
Perdarahan
setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat
implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan traktus di sekitarnya,
atau keduanya. Dengan demikian perdarahan postpartum merupakan penjelasan suatu
kejadian dan bukkan diagnosis. Di inggris, separuh kematian ibu hamil akibat
perdarahan disebabkan oleh proses postpartum (Bonnar 2000). Apabila terjadi
perdarahan berlebihan, harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri,
retensi plasenta-termasuk plasenta akreta dan variannya, serta laserasi traktus
genitalia merupakan penyebab sebagian besar kasusu perdarahan postpartum. Dalam
20 tahun terakhir, plasenta akreta telah mengalahkan atonia uteri sebagai
penyebab tersering perdarahan postpartum yang keparahanya mengharuskan
dilakukannya histerektomi(Chestnul dkk, 1985; Clark dkk., 1984; Zelop dkk.,
1993 ).
Secara
tradisional, perdarahan pascapartum didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml
atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah
sesar. Wanita dengan hipervolemia normal akibat kehamilan biasanya mengalami
peningkatan volume darah sebesar 30 hingga 60 persen yang bagi kebanyakan
wanita, berarti 1 sampai 2 liter. Oleh karena itu, wanita yang bersangkutan
akan menoleransi pengeluaran darah, tanpa mengalami penurunan yang nyata dalam
hematokrit yang mendekati volum darah yang ia tambahkan selama hamil. Meskipun
pengeluaran darah yang melebihi 500 ml beluum pasti merupakan suatu kejadian
abnormal untuk persalinan pervaginam, namun kehilangan darah yang sebenarnya
biasanya dua kali lipat dari pada yang diperkirakan. Oleh karena itu, perkiraan
kehilangan darah yang lebih dari 500 ml seyogyanya menimbulkan peringatan bahwa
wanita yang bersangkutan sedang mengalami perdarahan hebat.
1.
Definisi
Atonia Uteri
Atonia uteria (relaksasi otot
uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
Setelah
plasenta lahir, fundus harus selalu di palpasi untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik. Kegagalan uterus untuk berkontraksi setelah
melahiirkan sering menjadi penyebab perdarahan obstetris. Faktor predisposisi
atonia uteri diperlihatkan di Tabel 56-1. Pembedahan antara perdarahan akibat
atonia uterus dan akibat laserasi secara tentatif di dasarkan pada kondisi
uterus. Uterus yang atoniik akanlembek dan tidak keras pada palpasi. Jika tetap
terjadi perdarahan meskipun uterus berkontraksi dengan kuat, kausa perdarahanya
kemungkinan besar adalah laserasi. Darah
yang merah segar juga mengisyaratkan laserasi. Uuntuk memastikan peran laserasi
sebagai kausa perdarahan, harus dillakukan pemeriksaan yang cermat terhadap
vagina, serviks dan uterus.
Kadang-kadang
perdarahan disebabkan oleh atonia dan trauma, terutama setelah pelahiran
operatif mayor. Secara umum, setelah setiap kelahiran harus dilakukan inspeksi
terhadap inspeksi terhadap serviks dan vagina untuk mengidentifkasi perdarahan
akibat laserasi. Anestesi harus adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman selama
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ringga uterus, serviks dan seluruh vagina merupakan
hal yang esensial setelah ekstraksi bokong, setelah versi podalik iinterna, dan
setelah persalinan pervaginam pada seorang wanita dengan riwayat sesar.
(Leveno, Kennethj. 2009.)
2.2 Fisiologi
Kontrol
normal perdarahan di tempat pelekatan plasenta.
Menjelang aterm, diperkirakan bahwa
sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang antarvilus. Saat plasenta
terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan darah menuju dan dari plasenta
terputus secara mendadak. Di tempat implantasi plasenta, diperlukan kontraksi
dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan
menyebabkan obliterasi lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan
plasenta atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi
efektif miometrium sehingga hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu.
Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan disekitarnya berkontraksi dan
beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal
meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat.
Selama
kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan yang disebabkan
oleh pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu plasenta terlepas, darah
dari tempat implantasi dapat cepat lolos kedalam vagina (pemisahan duncan) atau
tersembunyi di balik plasenta dan membran (pemisahan schultze) sampai plasenta
lahir. Pengeluaran plasenta harus diupayakan melalui tekanan manual di fundus
seperti di jelaskan di Bab 19. Turunnya plasenta ditandai oleh kendurnya tali
pusat. Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran plasenta secara
manual. Uteus harus di pijat jika tidak berkontraksi dengan kuat. (Leveno,
Kennethj 2009).
2.3 patofisiologi
Perdarahan
obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara
memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat
diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat
menyebabkan perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran
dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan
mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus
lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila
digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang
menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus
yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia setelah
persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau
hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah
pada persalinan kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin
jauh lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai dengan
his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami
perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian
juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan
mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi
mungkin berisiko besar mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan
hasil akhir pada hampir 5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa
insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat
empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk.
(1999) melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita
dengan paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
Risiko
lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan postpartum.
Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya untuk
mempercepat pelahiran plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual.
Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga
pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.
2.4 Etiologi
Overdistensi
uterus,baik absolut maupuun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya
atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat),
kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi
akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun plasenta lahir. Lemahnya
kontraksi moimetrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama
atau persalinan dengan tenaga besar, terutama biila mendapatkan stimmulasi.
Hal ini
dapat pula terjadi sebagai akibat dari iinhibisi kontraksi yang disebabkan oleh
obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat
antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta simpatomimetik dan nifedipin.
Penyebab
lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis,
endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus
couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.
Data terbaru
menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen
untuk terjadinya perdarahan postpartum.(Buku Ajar Obstetri, 2010).
Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
1) Atonia Uteri
a.
Umur : Umur yang terlalu muda atau tua
b.
Paritas : Sering dijumpai para multipara dan
grandemultipara
c.
Partus lama dan partus terlantar
d.
Obstein operatif dan narkosa
e.
Uterus terlalu tegang dan besar,
misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
f.
Kelainan
pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio plasenta.
g.
Faktor sosio
ekonomi, yaitu mamumsi
2) Sisa
plasenta dan selaput ketuban
3) Jalan lahir
: robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
4) Penyakit
darah
5) Kelainan
pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
6) Perdarahan yang
banyak
7) Solusio
plasenta
8) Kematian
janin yang lama dalam kandungan
9) Pre-eklamsi
dan eklamsi
10) Infeksi,
hepatitis dan septik syok
2.5 Faktor
Predisposisi
Perdarahan oleh karena atonia uteri
dapat dicegah dengan:
1) melakukan
secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena
hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan yang pasca persalinan akibat
atonia uteri.
2) Pemberian
misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
Beberapa
faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
1) regangan
rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak teralu
besar.
2) Kelelahan
karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3) Persalinan
grande-multipara.
4) Ibu
dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5) Mioma
uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
6) Infeksi
intrauterin (korioamnionitis).
7) Ada
riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
2.6 Tanda
dan Gejala Atonia Uteri
1. perdarahan pervaginam
Perdarahan
yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada
kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2.
konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala
terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan
yang lainnya.
3. fundus uteri naik.
4. terdapat tanda-tanda syok
a) nadi
cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b) tekanan
darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c) pucat
d) keriangat/
kulit terasa dingin dan lembap
e) pernafasan
cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f) gelisah,
binggung atau kehilangan kesadaran
g) urine
yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
2.7 Manifestasi
Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2. Perdarahan
segera setelah anak lahir (post partum primer)
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah
banyak > 500 ml ), nadi lemah, pucat,
lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat terjadi syol
hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala
klinis berdasarkan penyebab :
1. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir
atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan
postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar ;
persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri
juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke
bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi
bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah
kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan
atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah
mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,
persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama
diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong
kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir
dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage
rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil
yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim,
bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke
dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim
atau pengangkatan rahim.
2.8 Penatalaksanaan
1. kenali
dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2. masase
uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
3. Bila
tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon
uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
4. Kompresi
bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran
darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan
hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan
kompresi bimanual internal.
5. Kompresi
bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium
(sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.
Pertahankan kondisi ini bla perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi, coba kompresi
aorta abdominalis.
6. Kompresi
aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi
denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi.
7. Dalam
keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskular atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap
2 atau 3 jam sesudahnya.
8. Laparotomi
dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi tetap>200
ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali).
9. Bila
tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
2.9 Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala
III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai
pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian
oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip
100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu
karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan
mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan
onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
1.
Oksitosin
Jika
uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh unit (2
ampul) oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal umumnya efektif
jika diberikan secara intravena dengankecepatan sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin
per menit) dibarengi dengan pemijatan uterus. Oksitosin jangan diberikan
sebagai dosisi bolus yang tidak diencerkan karena
2.
Turunan
Ergot
Jika
oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak efektif,
sebagian dokter memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg, secara
intramuskulus atau intravena. Obat ini dapat merangsang uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara intravena,
metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, teutama pada wanita
preeklamsia.
3.
prostaglandin
Turunan
15 methyl dari prostaglandin F2α (Hemabate) juga dapat digunakan
untuk mengatasi atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 µg (0,25
mg) secara intramuskulus, dan hal ini diulangi jika diperlukan dengan interval
15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis. Selain kontriksi vaskuler dan
saluran napas paru, efek samping lain adalah diare, hipertensi, muntah, demam,
flushing dan takikardi.
4.
Perdarahan
yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan
yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik mungkin berasal
dari laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus ruptur uterus.
Karena itu, jika perdarahan menetap, jangan membuang-buang waktu dengnan
melakukan upaya-upaya acak untk menghentikan perdarahan, tetapi harus segera
dimulai suatau penatalaksanaan seperti di Tabel 56-2. Dengan transfusi dan
kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin intravena, jarang diperlukan
tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi, mungkin diperlukan histerektomi
sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil
adalah ligasi arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi
angiografik.
Ligasi
Arteri Iliaka Interna
Pengikatan
arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara bermakna perdarahan
akibat atonia uterus. Operasii ini lebih mudah dilakukan jika insisi digaris
tengah abdomen diperluas keatas melewati umbilikus. Ligasi arteri iliaka
interna mengurangi tekanan nadi di arteri sebelah distal dari ikatan sehingga
mengubah sistem tekanan arteri menjadi tekanan yang mendekati tekanan di
sirkulasi vena yang lebih mudah dihentikan melalui pembentukan bekuan biasa.
Ligasi bilateral kedua arteri tampaknya tidak secara serius menggangu kemampuan
reproduksi selanjutnya. (Leveno, Kennethj 2009 ).
TABEL 56-2 penatalaksanaan
perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
1)
Lakukan penekanan uterus bimanual
(Gbr. 56-3). Tekniknya adalah melakukan pemijatan aspek posterior uterus
dengan tangan di abdominal dan pemijatan bagian depan uterus melalui vagina
dengan kepalan yang lain. Tindakan ini akan mengatasi sebagian besar
perdarahn.
2)
Minta bantuan!
3)
Mulai transfusi darah. Golongan
darah semua pasien obstetris harus diketahui, jika mungkin, sebelum
persalinan, serta lakukan uji coombs indirek untuk mendeteksi antibodi
eritrosit. Jika yang terakhir iini negatif, tidak diperlukan
pencocokan-silang darah. Pada kedaruratan yang ekstrem, pasien diberi packed
red blood cells golongan O negatif D (“donor universal”).
4)
Lakukan eksplorasi uterus dengan
tangan untuk mencari potongan plasenta yang tertinggal atau laserasi.
5)
Dengan cermat lakukan inspeksi
atau serviks dan vagina setelah kedua struktur ini dipajankan.
6)
Pasang kateter intravena kaliber
besar yang kedua sehingga pasien dapat diberi
7)
kristaloid olus oksitosin
bersamaan dengan transfusi darah.
8)
Dipasang kateter foley untuk
memantau haluaran urine yang merupakan indikator yang baik untuk menilai
perfusi ginjal.
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN ATONIA UTERI
3.1 Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan
terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi dari tidakan
yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi
subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan
fisik. Pengkajian terhadap klien post meliputi:
A.
Anamnesa
1. Identitas
klien
Data diri
klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain.
2. Riwayat
kesehatan
a)
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat
penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat
implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b)
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang
dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan
darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c)
Riwayat kesehatan keluarga
Adanya
riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit
jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3. Riwayat
obstetrik
a) Riwayat
menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan
waktu haid, HPHT
b) Riwayat
perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c) Riwayat
hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1)
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua,
apakah ada abortus, retensi plasenta.
2)
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara
persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan
anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
3)
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus
uteri dan kontraksi
d) Riwayat
Kehamilan sekarang
1)
Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2)
Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan
gizi akibat mual, keluhan lain
3)
Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat
pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari.
Pola aktifitas sehari-hari.
a.) Makan
dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun
selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan
bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah – buahan.
b.) Eliminasi,
meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola
miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c.) Istirahat
atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan
kelelahan yang berlebihan.
d.) Personal
hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik
sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
B.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Inspeksi
a.)
Mulut :
bibir pucat
b.)
Payudara :
hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c.)
Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
d.)
Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
e.)
Ekstremitas :
dingin
2. Palpasi
a.)
Abdomen : uterus
teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan, perut teraba tegang,
messa pada adnexa.
b.)
Genetalia :
Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3. Auskultasi
a.)
Abdomen
: bising usus (+),
DJJ (-)
4. Perkusi
a.)
Ekstremitas : reflek patella + / +
I.
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1.
Rambut
dan kulit
a) Terjadi peningkatan pigmentasi pada
areola, putting susu dan linea nigra.
b) Striae atau tanda guratan bisa
terjadi di daerah abdomen dan paha.
c) Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2.
Mata
: pucat, anemis
3.
Hidung
4.
Gigi
dan mulut
5.
Leher
6.
Buah
dada / payudara
a) Peningkatan pigmentasi areola
putting susu
b) Bertambahnya ukuran dan noduler
7.
Jantung
dan paru
a) Volume darah meningkat
b) Peningkatan frekuensi nadi
c) Penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik dan pembulu darah pulmonal.
d) Terjadi hiperventilasi selama
kehamilan.
e) Peningkatan volume tidal, penurunan
resistensi jalan nafas.
f) Diafragma meninggi.
g) Perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
8.
Abdomen
a) Menentukan letak janin
b) Menentukan tinggi fundus uteri
9.
Vagina
a) Peningkatan vaskularisasi yang
menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick)
b) Hipertropi epithelium
10.
System
musculoskeletal
a) Persendian tulang pinggul yang
mengendur
b) Gaya berjalan yang canggung
c) Terjadi pemisahan otot rectum
abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
II.
Pemeriksaan
Khusus
Observasi
setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi
sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1.
Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus
(fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2.
Sistem vaskuler
a.) Perdarahan
di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
b.) Tensi
diawasi tiap 8 jam
c.) Apakah
ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
d.) Haemorroid
diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
e.) Riwayat
anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura.
3.
Sistem Reproduksi
a.) Uterus
diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam
selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b.) Lochea
diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c.) Perineum
diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah
ada jahitannya yang lepas
d.) Vulva
dilihat apakah ada edema atau tidak
e.) Payudara
dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f.) Tinggi
fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan
(sub involusi)
4.
Traktus urinarius
Diobservasi
tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan
lain-lain
5.
Traktur gastro intestinal
Observasi
terhadap nafsu makan dan obstipasi
6.
Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan
khawatir
C.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan
silang
2.
Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl,
saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total
SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3.
Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi
pasca partum
4.
Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5.
Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang
pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
3.2
Analisis
Masalah
Diagnosa Keperawatan yang
mungkin muncul adalah :
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas
berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau
kematian, respon fisiologis
4. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan
tubuh, penurunan Hb
5. Resiko
tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber
informasi
3.3
Diagnosa dan
Rencana Tindakan Keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
vaskuler yang berlebihan
Intervensi :
- Tinjau ulang
catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor penyebab
atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta
tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin
mati selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu
dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk
mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
- Kaji dan
catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan
bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional :
Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
- Kaji lokasi
uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan
uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis
pubis.
Rasional : Derajat
kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan
diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
- Perhatikan
hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional
: Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya
syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan
telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
- Pantau
parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri
pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan
pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
- Lakukan
tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional :
Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan
posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah
keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
- Pertahankan
aturan puasa saat menentuka status/kebutuhan klien.
Rasional : Mencegah
aspirasi isi lambung dalam kejadian dimana sensorium berubah dan/atau
intervensi pembedahan diperlukan.
- Pantau
masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat
dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih
besar.
- Hindari
pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau
rektal
Rasional : Dapat
meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau
hematoma terjadi.
- Berikan
lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional :
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ancietas dan kebutuhan metabolik.
- Kaji nyeri
perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada
laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma
sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
- Pantau klien
dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan jaringan
plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID.
Rasional :
Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual yang
dapat mengakibatkan koagulopati.
- Mulai Infus
I atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau
melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma,
kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu
untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
- Berikan
obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2
alfa.
Rasional :
Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup
sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa
penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi uterus selama
pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok
bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu
diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi
uterus atau hemoragi.
- Pantau
pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu
dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mg Hb.
2. Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
- Perhatikan
Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan
berat badan.
Rasional : Nilai
bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada
sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari
kekurangan oksigen.
- Pantau tanda
vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya
keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi.
Peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi
asidosis metabolik.
- Perhatikan
tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan
sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan
mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
- Kaji warna
dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada
kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasii pada pembuluh darah
perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
- Beri terapi
oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
- Pasang jalan
napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional :
Memudahkan pemberian oksigen.
3. Ancietas
berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian.
Intervensi :
- Evaluasi
respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum.
Klarifikasi kesalahan koinsep.
Rasional : Membantu
dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin
menyimpang, memperberat ancietasnya.
- Evaluasi
respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea,
gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun
perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat
diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
- Sampaikan
sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat
membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap
perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar
pribadi.
- Bantu klien
dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki
kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan
masalah.
4. Nyeri
berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
- Tentukan
karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri
perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri
tekan abdomen.
Rasional :
Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan
berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina
atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari
atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada
uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
- Kaji
kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional : Situasi
darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi
ketidaknyamanan.
- Berikan
tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu
pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional :
Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri,
panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
- Berikan
analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional :
Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.
5. Resiko
tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
- Demonstrasikan
mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang
tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya
pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional :
Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organinisme infeksious.
- Perhatikan
perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional :
Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak
menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan
perpindahan kekiri menandakan infeksi.
- Perhatikan
gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional :
Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan
bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
- Selidiki
sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi
napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri),
atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi,
nyeri).
Rasional :
Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
- Kaji keadaan
Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional :
Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem
imun.
6. Kurang
Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
- Jelaskan
faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab
hemoragi.
Rasional :
Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi
situasi.
- Kaji tingkat
pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan,
bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional :
Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu.
Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelajaran, dan memberikan
klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
- Diskusikan
implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau
intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan
terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional :
Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk
melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
- Diskusikan
implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko
hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, atonia uterus, atau
ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie
dilakukan.
Rasional :
Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai
mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.
3.4 Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun,
selanjutnya rencana tindakan tersebut dilaksanakan sesuai dengan situasi yang
nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan,
perawat dapat langsung melaksanakan kepada orang lain yang dipercaya di bawah
pengawasan orang yang masih seprofesi dengan perawat. (Nursalam, 2001 : 63)
3.5 Evaluasi
Evaluasi dari
proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan dimasukkan kedalam SOAP
terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien
dapat diatasi, disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian
ulang jika tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atonia
uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah
dengan:
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala
III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden
pendarahanpasca persalinan akibat atonia uteri.Pemberian misoprostol peroral 2
– 3 tablet (400 – 600 µg) segera setelah bayi lahir. Regangan rahim berlebihan
karena gemeli, polihibramnion, atau anak terlalu besar. Kelelahan karena
persalinan lama atau persalina kasep. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan
keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri
yang menggangu kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis). Ada
riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
4.2 Saran
Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu
meminimalkan faktor risiko dari atonia uteri demi mempertahankan dan meningkatkan
status derajat kesehatan ibu dan anak.
Selain
itu , mahasiswa dengan latar belakang
medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori maupun
skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.