BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kehamilan
ektopik adalah suatu keadaan di mana kantung gestasi berada di luar kavum
uteri, merupakan keadaan gawat darurat yang paling sering mengancam hidup pada
kehamilan awal. Insidensnya di Amerika Serikat meningkat pesat dalam lima
dekade terakhir, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar
19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992
Angka
kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia menurut WHO diperkirakan
tidak berbeda jauh dengan di Amerika Serikat, sekitar 60.000 kasus setiap tahun
atau 0,03% dari seluruh populasi masyarakat.
Kehamilan
ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu, yang meliputi
sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap tahunnya di
Kanada. Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi serius
ini, deteksi dini masih menjadi tantangan. Hingga pada separuh dari semua perempuan
dengan kehamilan ektopik yang datang ke instalasi gawat darurat, kondisinya
tidak teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun insidens dari kehamilan
ektopik pada populasi umum sekitar 2%, pravelensinya di antara pasien-pasien
hamil yang datang ke instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri
trimester pertama, atau keduanya, adalah 6% hingga 16%.
Dalam
penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang
tepat dan cepat merupakan hal
yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan
mempertahankan kualitas reproduksinya.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dinamakan dengan kehamilan ektopik?
2. Apa
etiologi terjadinya kehamilan ektopik?
3. Apa
saja patologi dari kehamilan ektopik?
4. Bagaimana
gambaran klinik dari kehamilan ektopik?
5. Bagaimana
penatalaksanaan kehamilan ektopik?
6. Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan kehamilan ektopik?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
definisi kehamilan ektopik.
2. Mengetahui
etiologi terjadinya kehamilan ektopik.
3. Mengetahui
patologi dari kehamilan ektopik.
4. Mengetahui
gambaran klinik dari kehamilan ektopik.
5. Mengetahui
penatalaksanaan kehamilan ektopik.
6. Mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan kehamilan ektopik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Definisi
Kehamilan
ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan selain
lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).
Kehamilan
ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).
Kehamilan
ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami
implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik
yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti
kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri
(Prawirohardjo, 2005: 250).
Kehamilan ektopik
adalah kehamilan abnormal yang terjadi
di luar rongga rahim,
janin
tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Jadi,
kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma
tumbuh di tempat lain selain uterus.
2.2
Klasifikasi
Sarwono
Prawirihardjo (2005: 250), mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan
lokasinya, antara lain:
1. Tuba
fallopi
a. pars
interstisialis;
b. pars
ismika tuba;
c. pars
ampullaris tuba;
d. infundibulum
tuba;
e. fimbria.
2. Uterus
a. kanalis
servikalis;
b. divertikulum;
c. kornua;
d. tanduk
rudimenter.
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. primer;
b. sekunder.
6.
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Gambar
2.1 Lokasi Kehamilan Ektopik
|
Dari
sekian banyak lokasi pada kehamilan ektopik, kasus yang sering terjadi adalah
kehamilan ektopik pada tuba.
2.3
Etiologi
Etiologi
kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian
ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga
pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor
yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut:
1. Faktor
dalam lumen tuba:
a. Endosalpingitis
dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu;
b. Pada
hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping;
c. Operasi
plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba
menyempit.
2. Faktor
pada dinding tuba:
a. Endometriosis
tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b. Divertikel
tuba kongenital atau ostium assesorius
tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
3. Faktor
di luar dinding tuba:
a. Perlekatan
peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur;
b. Tumor
yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor
lain:
a. Migrasi
luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur
yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur;
b. Fertilisasi
in vitro.
(Prawirohardjo,
2006: 325-326)
2.4
Patologi
Menurut
Sarwono Prawirohardjo (2005: 252-253), patologi terjadinya kehamilan ektopik
sebagai berikut:
Mukosa
pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang
berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh
dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
a. ovum
mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak
diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum,
dianggap sebgai haid yang datangnya agak terlambat;
b. trofoblas
dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan
timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba
(hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul
di kavum Douglas, dan menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang dikenal dengan abortus tuba,
ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari
ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla;
darah yang keluar kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu
banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba;
c. trofoblast
dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding
tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini
yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat menyebabkan perdarahan
banyak karena darah mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat
menyebabkan keadaan yang gawat pada penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang
menghadapi mesosalping; darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan
kemudian ke ligamntum latum, dan menyebabkan hematom intraligamenter. Baik pada
abortus tuba maupun ruptur tuba, kejadian tidak jarang timbul sekitar 14 hari
sesudah implantasi ovum dalam tuba, malahan kadang-kadang sebelum saat
semestinya datang haid.
Pada
kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan uterus
di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri
atas miometrium tidak lekas ditembus oleh villus korialis, sehingga kehamilan
bisa berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai
akibat dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan
dengan segera untuk mengatasinya.
Uterus,
walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya, pada kehamilan ektopik juga membesar
dan lembek di bawah pengaruh hormon; begitu pula terjadi pembentukan desisua di
dalam uterus.
Gangguan
ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan dapat menimbulkan
perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika mudigah mati, timbul
perdarahan lebih banyak dengan mengikutsertakan pengeluaran desidua utuh dalam
bentuk sebagai cetakan dari kavum uteri.
Perubahan
yang dpat pula dikemukakan pada endometrium adalah “reaksi Arias-Stella”. Di
sini oada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa sel-sel kelenjar
membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis; sitoplasma menunujkkan vakuolisasi,
dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas. Perubahan ini yang disebabkan
oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan dan ditemukan dalam endometrium
yang berubah menjadi desisua, harus menimbulkan kewaspadaan ke arah adanya
kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.
2.5
Gambaran
Klinik
Menurut
Sarwono Prawirohardjo (2005: 328-330), gambaran klinik dari kehamilan ektopik
sebagai berikut:
Gambaran
klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita maupun
dokternya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya
abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya, penderita menunjukkan
gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian
bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin
tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
Gejala
dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan banyak
yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri
merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai
dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok.
Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus.
Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan
defekasi nyeri.
Perdarahan
per vaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal
ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna
cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat
dikeluarkan seluruhnya.
Amenorea
merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea
tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Pada
kehamilan ektopik terganggu (ditemukan pada pemeriksaan vaginal) bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula kavum Douglas
menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan
jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi
agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.
Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi
meningkat; perdarahn lebih banyak lagi menimbulkan syok.
Kehamilan
ektopik sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang
samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis.
a.
Gambaran
gangguan mendadak
Peristiwa ini tidak sering ditemukan. Penderita,
setelah mengalami amenorea dengan tiba-tiba, menderita rasa nyeri yang hebat di
daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri dapat demikian
hebatnya, sehingga penderita jatuh pingsan. Penderita tidak lama kemudian masuk
ke dalam syok akibat perdarahan dengan tekanan darah turun, nadi kecil dan
cepat, ujung ekstremitas basah, pucat, dan dingin. Seluruh perut agak membesar,
nyeri tekan, dan tanda-tanda cairan intraperitoneal mudah ditemukan. Pada
pemeriksaan vaginal forniks posterior menonjol dan nyeri raba, pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar
dengan di sebelahnya suatu adnex tumor, tetapi
biasanya sulit karena dinding abdomen tegang.
b.
Gambaran
gangguan tidak mendadak
Gambaran klinik ini lebih sering
ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba atau yang terjadi
perlahan-lahan. Setelah haid terlambat beberapa minggu, penderita mengeluh rasa
nyeri yang tidak terus-menerus di perut bagian bawah; kadang-kadang rasa nyeri
ini dapat hebat pula. Dengan adanya darah dalam rongga perut, rasa nyeri
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata karena perdarahan yang berulang.
Mula-mula perut masih lembek, tetapi kemudian dapat mengembang karena terjadi
ileus parsialis. Di sebelah uterus terdapat tumor (hematosalping) yang
kadang-kadang menjadi satu dengan hematokel retrouterina. Dengan adanya
hematokel retrouterina, kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba;
pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Selain itu, penderita mengeluh
rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus. Setelah seminggu merasa nyeri,
biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh
pengeluaran jaringan desidua.
2.6
Diagnosis
Gejala-gejala
kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis
kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat
diagnosis. Yang penting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah
supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan
ini (Prawirohardjo,
2005: 255).
Gejala-gejala
yang perlu diperhatikan ialah (Prawirohardjo, 2005: 255):
a.
adanya amenorea: amenorea sering
ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan, malah
kadang-kadang tidak ada amenorea;
b.
perdarahan: gangguan kehamilan sedikit
saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan
dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
Jika mudigah
mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya; desidua itu tidak mengandung villus
korialis;
c.
rasa nyeri: nyeri perut merupakan gejala penting. Pada
kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan
keras;
d.
keadaan umum penderita: tergantung dari banyaknya
darah yang keluar dari tuba, keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai
gawat dengan syok berat dan anemi. Pada abortus tuba yang berlangsung beberapa
waktu suhu badan agak meningkat dan terdapat leukositosis. Hb dan hematokrit
perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu;
e.
perut: pada abortus tuba terdapat nyeri takan di perut
bagian bawah di sisi uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan
bimabual ditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan
batas-batas yang tidak rata di samping uterus. Hematoklretrouterina dapat
ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan
cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang
berkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptura tuba
gerakan pada serviks nyeri sekali.
Pemeriksaan-pemeriksaan untuk membantu diagnosis
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnosis kehamilan ektopik menurut Sarwono Prawirohardjo (2006:
330-331):
a.
Pemeriksaan
umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
b.
Pemeriksaan
ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan
perbedaan dengan infeksi pelvik.
c.
Pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel
darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis
tidak mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan
leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis
meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat
diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya
menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif.
Akan tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi human chorionic gonadotropin (HCG)
menurun dan menyebabkan tes negatif.
d.
Dilatasi
dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk
menunjang diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan; a) kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan
ektopik; b) hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan
reaksi desidua; c) perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak
khas untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama
dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu dapat
memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
e.
Kuldosentesis.
Kuldosentesis
adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik
terganggu.
Teknik:
1. Penderita
dibaringkan dalam posisi litotomi.
2. Vulva
dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
3. Spekulum
dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks; dengan traksi
ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum
spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
5. Bila
pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:
a) Darah
segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk;
b) Darah
tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel ratrouterin.
f.
Ultrasonografi.
Ultrasonografi
berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila
ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung
janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5% kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian,
hal ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan
intrauterin pada kasus uternus bikornis.
g.
Laparoskopi.
Laparoskopi
hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas, dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat
kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
h.
Foto Rontgen. Tampak
kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto
lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
i.
Histerosalpingografi. Memberikan
gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin diluar
uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu
sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance
Imagine) (1,4,8,15). Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri
abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore. (http://munahasrini.wordpress.com/2012/03/16/askep-dengan-kehamilan-ektopik/, diakses
pada 14 September 2012)
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
KLIEN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK
Berikut
ini adalah asuhan keperawatan pada klien dengan kehamilan ektopik menurut
Munahasrini
Pengkajian
1. Anamnesis
dan gejala klinis:
-
Riwayat terlambat haid;
-
Gejala dan tanda kehamilan muda;
-
Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan;
-
Terdapat amenore;
-
Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan
seluruh abdomen, terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah;
-
Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya
darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan
fisik
a)
Inspeksi
-
Mulut :
bibir pucat
-
Payudara :
hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
-
Abdomen :
terdapat pembesaran abdomen
-
Genetalia :
terdapat perdarahan pervaginam
-
Ekstremitas :
dingin
b) Palpasi
-
Abdomen :
uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan, perut teraba
tegang, messa pada adnexa.
-
Genetalia :
Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
c) Auskultasi
-
Abdomen
: bising usus (+),
DJJ (-)
d) Perkusi
-
Ekstremitas : reflek patella + / +
2.aPemeriksaan fisik umum:
a)
Pasien tampak anemis dan sakit;
b)
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di
daerah adneksa;
c)
Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak
sadar;
d)
Daerah ujung (ekstremitas) dingin;
e)
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi,
pucat, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri
tekan dan nyeri lepas dinding abdomen;
f)
Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai
syok;
g)
Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan
bebas darah, nyeri saat perabaan.
2.b
Pemeriksaan fisik khusus:
a)
Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks;
b)
Kavum douglas menonjol dan nyeri;
c)
Mungkin terasa tumor di samping uterus;
d)
Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan;
e)
Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri
tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
3.1
Diagnosis
Keperawatan
Kemungkinan
diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
- Devisit volume cairan yang berhubungan dengan
ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
- Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman nutrien ke sel.
- Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopi,
pendarahan intraperitonial.
- Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan
kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
3.2
Intervensi
dan Rasional
Diagnosis 1:
Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi
sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil:
ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan yang dibuktikan oleh
tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, serta
frekuensi berat jenis urine adekuat.
No.
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Lakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga.
|
Pasien dan keluarga lebih kooperatif.
|
2.
|
Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien saat
ini.
|
Pasien mengerti tentang keadaan dirinya dan lebih
kooperatif terhadap tindakan.
|
3.
|
Observasi TTV dan observasi tanda akut abdoment.
|
Parameter deteksi dini adanya komplikasi yang
terjadi.
|
4.
|
Pantau input dan output cairan.
|
Untuk mengetahui kesaimbangan cairan dalam tubuh.
|
5.
|
Pemeriksa kadar Hb.
|
Mengetahui kadar Hb klien sehubungan dengan
perdarahan.
|
6.
|
Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan
lebih lanjut.
|
Melaksanakan fungsi independent.
|
Diagnosia 2: Perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrien ke
sel.
Kriteria hasil: menunjukan perfusi jaringan yang
adekuat, misalnya: tanda-tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda,
pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat, wajah tidak pucat dan mental
seperti biasa.
No.
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna
kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
|
Memberikan informasi tentang derajat/ adekuat
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
|
2.
|
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu
lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
|
Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
Kenyamanan pasien/ kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan
untuk menghindari panas berlebihan.
|
3.
|
Kolaborasi dengan tim medis yang lain, awasi
pemeriksaan lab: misalnya: HB/HT
|
Mengidentifikasi defisiensi dan kebuutuhan
pengobatan atau terhadap terapi.
|
Diagnosis 3: Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba
fallopi, pendarahan intraperitonial.
Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik
relaksasi, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan ibu tidak meringis atau
menunjukan raut muka yang kesakitan.
No.
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
|
Mandiri:
|
|
1.
|
Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri. Kaji
kontraksi uterus hemoragi atau nyeri tekan abdomen.
|
Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan
yang akan dilakukan. Ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan
molahidatiosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infuse
oksitosin. Rupture kehamilan ektropik mengakibatkan nyeri hebat, karena
hemoragi tersembunyi saat tuba fallopi ruptur ke dalam abdomen.
|
2.
|
Kaji stres psikologi ibu/ pasangan dan respons
emosional terhadap kejadian.
|
Ansietas terhadap situasi darurat dapat memperberat
ketidak nyamanan karena syndrome ketegangan, ketakutan, dan nyeri.
|
3.
|
Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk
menurunkan rasa nyeri. Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi,
misalnya: napas dalam, visualisasi distraksi, dan jelaskan prosedur.
|
Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan
karenanya mereduksi ketidaknyamanan.
|
|
Kolaborasi:
|
|
4.
|
Berikan narkotik atau sedative berikut obat-obat
praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan.
|
Meningkatkan kenyamanan, menurunkan komplikasi
pembedahan.
|
5.
|
Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi.
|
Tingkatkan terhadap penyimpangan dasar akan
menghilangkan nyeri.
|
Diagnosis 4: Kurangnya pengetahuan yang berhubungan
dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan: ibu berpartisipasi dalam proses belajar,
mengungkapkan dalam istilah sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi
klinis.
No.
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Menjelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan
untuk kondisi hemoragia.
|
Memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep
pikiran ibu mengenai prosedur yang akan dilakukan, dan menurunkan stres yang
berhubungan dengan prosedur yang diberikan.
|
2.
|
Berikan kesempatan bagi ibu untuk mengajukan
pertanyaan dan mengungkapkan kesalah konsep.
|
Memberikan klasifikasi dari konsep yang salah,
identifikasi masalah-masalah dan kesempatan untuk memulai mengembangkan
ketrampilan penyesuaian (koping).
|
3.
|
Diskusikan kemungkinan implikasi jangka ependek pada
ibu/ janin dari keadaan pendarahan.
|
Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi
dan meningkatkan harapan realita dan kerja sama dengan aturan tindakan.
|
4.
|
Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap
situasi yang memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan.
|
Ibu dengan kehamilan ektropik dapat memahami
kesulitan mempertahankan setelah pengangkatan tuba/ ovarium yang sakit.
|
3.3
Implementasi
Implementasi dilakukan
berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disusun.
3.4
Evaluasi
Kriteria
keberhasilan/evaluasi, meliputi:
-
Keseimbangan cairan stabil.
-
Perfusi jaringan kembali normal.
-
Nyeri berkurang.
-
Klien dan keluarga memahami dan mengenal
sumber-sumber informasi mengenai kehamilan ektopik.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kehamilan
ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami
implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium
kavum uteri. Tuba adalah tempat yang sering terjadi pada kehamilan ektopik.
Etiologi
kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Faktor pada lumen tuba, pada dinding tuba, dan pada luar
dinding tuba merupakan faktor yang memegang peranan penyebab kehamilan ektopik.
Kemungkinan
yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.
Beberapa
jenis pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
diantaranya: pemeriksaan umum, pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan
laboratorium, dilatasi dan kerokan, kuldosentesis, ultrasonografi, laparoskopi,
foto rontgen, dan histerosalpingografi.
4.2
Saran
Sebaiknya
wanita yang sedang hamil rutin melakukan pemeriksaan kehamilannya, untuk
mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janinnya. Dengan dilakukannya pemeriksaan
kehamilan secara rutin, dapat mencegah risiko terjadinya kehamilan ektopik.